HEMAPTOE

A. Definisi
Hemoptoe
adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah atau sputum yang
berdarah. Batuk darah adalah batuk yang disertai pengeluaran darah dari paru
atau saluran pernapasan.
Hemoptoe atau
batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak mengandung darah, berasal dari
saluran napas di bawah pita suara
B. Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah (hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
1.
Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
2.
Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur
darah di dalam saluran napas
3.
Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
4.
Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih,
beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
5. pH alkalis
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
Tanda-tanda muntah darah :
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu
muntah
2. Suara napas tidak ada gangguan
3. Didahului rasa mual / tidak enak di
epigastrium
4. Darah berwarna merah kehitaman,
bergumpal-gumpal bercampur sisa makanan
5. pH asam
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap
hemoptoe
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
C. Etiologi
Penyebab hemoptoe
banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi,
tumor dan kelainan kardiovaskular.
Infeksi
merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis,
bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis
mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia
diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan,
diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis.
Penyebab dari batuk darah
(hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses
paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya.
2.
Kardiovaskuler,
stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3.
Neoplasma,
terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4.
Gangguan
pada pembekuan darah (sistemik).
5.
Benda
asing di saluran pernapasan.
6.
Faktor-faktor
ekstrahepatik dan abses amuba.
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :
1. Tumor :
a. Karsinoma.
b. Adenoma.
c. Metastasis endobronkial dari massa
tumor ekstratorakal.
2. Infeksi
a. Aspergilloma.
b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus
atas).
c. Tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
4. Udem paru, terutama disebabkan oleh
mitral stenosis
5. Perdarahan paru
a. Sistemic Lupus Eritematosus
b. Goodpasture’s syndrome.
c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
d. Bechet’s syndrome.
6. Cedera pada dada/trauma
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
c. Transtorakal biopsi memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah
a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary
haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding
diathesis
.
.
D. Patofisiologi
Setiap proses
yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari cabang-cabang
arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru
bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan
tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya
hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis
lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah
akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis
kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran
alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap
membran, seperti pada Goodpasture’s syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang
pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran
pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya
anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah
pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak
diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis.
Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30
tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik.
Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak
dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder,
yang penyebabnya dapat di pastikan
Pada prinsipnya berasal
dari :
a. Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis,
bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan abses paru.
Menurut Bannet, 82 – 86% batuk darah
disebabkan oleh tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur
(aspergilosis), silikosis, penyakit oleh karena cacing.
b. Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah
stenosis mitral, hipertensi.
Yang jarang adalah
kegagalan jantung, infark paru, aneurisma aorta.
c. Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing,
ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom
Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan pengobatan
dengan obat-obat antikoagulan.
Berdasarkan jumlah darah
yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas :
1. Hemoptisis masif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160
cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit
Persahabatan Jakarta :
- Bila perdarahan lebih
dari 600 cc / 24 jam
- Bila perdarahan kurang
dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
- Bila perdarahan lebih dari
600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam
ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini
adalah karena pada hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi
mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran
besarnya perdarahan yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang
dikeluarkan selama hemoptoe juga mempunyai kelemahan oleh karena :
· Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan
sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan
jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
· Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan
bersama-sama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
· Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai
kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
· Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah
pada renjatan hipovolemik (hypovolemik shock).
· Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari
bronkus yang dapat dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa
gangguan aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral.
Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia,
sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Bila terjadi hemoptoe, maka harus
dilakukan penilaian terhadap:
· Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
· Lamanya perdarahan.
· Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai
besarnya obstruksi.
· Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi,
respirasi dan tingkat kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk
garis-garis dalam sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150
ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih
ringan, positif tiga hemoptisis sedang, positif empat termasuk di dalam
kriteria hemoptisis masif.
F. Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah
darah benar-benar bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan
hidung. Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa
pada hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.
Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan
yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang
lengkap sebaiknya diusahakan untuk mendapatkan data-data :
a. Jumlah dan warna darah
b. Lamanya perdarahan
c. Batuknya produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah
perdarahan
e. Sakit dada, substernal atau pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat,
gerakan fisik, posisi badan dan batuk
g. Wheezing
h. Riwayat penyakit paru atau jantung
terdahulu.
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan
batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya
pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk
darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan
muntah darah dapat digunakan petunjuk sebagai berikut :
KEADAAN
|
HEMAPTOE
|
HEMATOMESIS
|
Prodromal
|
Rasa tidak enak di tenggorokan, ingin batuk
|
Mual,
stomach distress
|
Onset
|
Darah
dibatukkan, dapat disertai batuk
|
Darah
dimuntahkan dapat disertai batuk
|
Penampilan
darah
|
Berbuih
|
Tidak
berbuih
|
Warna
|
Merah
segar
|
Merah
tua
|
Isi
|
Lekosit,
mikroorganisme, makrofag, hemosiderin
|
Sisa
makanan
|
Reaksi
|
Alkalis
(pH tinggi)
|
Asam
(pH rendah)
|
Riwayat
Penyakit Dahulu
|
Menderita
kelainan paru
|
Gangguan lambung, kelainan
hepar
|
Anemi
|
Kadang-kadang
|
Selalu
|
Tinja
|
Warna tinja normal
Guaiac test (-)
|
hitam,
Guaiac test (-)
|
2. Pemeriksaan fisik
Pada
pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat mendasari
terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan opening
snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks
dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita hemoptisis
masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya
dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan
dapat diketahui.
Adapun
indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a.
Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b.
Batuk darah yang berulang – ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan
terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana
untuk menentukan diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun
waktu yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan
menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat perdarahan
disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan bronkoskop fiberoptic
dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi
perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus
superior, bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal
sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta
mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon
khusus di tempat terjadinya perdarahan.
G. Penatalaksanaan
Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan
perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian
yaitu hemoptisis yang masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya
saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan
penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah
memberikan suport kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah
asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan
hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya
pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi,
tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang
multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi
yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
a. Pasien harus dalam keadaan posisi
istirahat, yakni posisi miring ( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala
lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke
paru yang sehat.
b. Melakukan suction dengan kateter
setiap terjadi perdarahan.
c. Batuk secara perlahan–lahan untuk
mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya
sufokasi.
d. Dada dikompres dengan es – kap, hal ini
biasanya menenangkan penderita.
e. Pemberian obat–obat penghenti perdarahan
(obat–obat hemostasis), misalnya
f. Antibiotika untuk mencegah infeksi
sekunder.
g. Pemberian cairan atau darah sesuai dengan
banyaknya perdarahan yang terjadi.
h. Pemberian oksigen.
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
a. Menentukan asal perdarahan dengan
bronkoskopi
b. Menentukan penyebab dan mengobatinya,
misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber
perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada
tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini
dilakukan atas pertimbangan :
a. Terjadinya hemoptisis
masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik
menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70%
menjadi 18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat
dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat
dicegah.
Busron (1978) menggunakan pula
indikasi pembedahan sebagai berikut :
a. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih
dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
b. Apabila pasien mengalami batuk darah
kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan
kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
c. Apabila pasien mengalami batuk darah
kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar
Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan
perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum
pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal
perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari segmentektomi, lobektomi
dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga
dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin
digunakan adalah :
a.
Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan
dengan bronkoskopi serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang
berdarah. Masukkan larutan NaCl
fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan
ini kemudian dihisap dengan suction.
b.
Dengan
menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm.
H. Komplikasi
Komplikasi
yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga faktor
:
1.
Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan
darah dalam saluran pernapasan.
2.
Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe
dapat menimbulkan renjatan hipovolemik.
3.
Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun
sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
I.
Prognosis
Pada hemoptoe
idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami hemoptoe yang
rekuren, sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor :
1.
Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali
mempunyai prognosis yang lebih baik.
2.
Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3.
Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang
segera dilakukan untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita.
J.
Asuhan
Keperawatan
Data Fokus
Anamnesa / keluhan utama :
Pasien mengeluh batuk berdarah, dada terasa perih
TTV :
TD, RR, N, T .......kesadaran CM, GCS 456 , BB 40 Kg
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 300 cc, KU lemah
Palpasi :
Taktil fremitus : getaran simetris
Perkusi :
Sonor simetris
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
Lab :
HB 10 gr%
Analisa Data
DATA
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
DS :
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran
CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 300 cc, KU lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
|
Batuk darah
|
Risti terjadinya obstruksi jalan napas
|
Rencana Interensi
Risti terjadinya obstruksi jalan napas B/D batuk darah, ditandai dengan :
DS :
Pasien mengeluh batuk berdarah dan dada terasa perih
DO :
TTV :
TD..., RR..., N..., T ..., kesadaran
CM, GCS 456
Inspeksi :
Tampak batuk berdarah, merah segar, ± 300 cc, KU lemah
Auskultasi :
Vesikuler menurun di paru kanan
Foto thorax :
Tampak infiltrat, TB paru
Tujuan :
Dalam waktu ..x 24 jam setelah dilakukan tindakan keperawatan risti obstruksi jalan napas tidak terjadi
Kreteria Hasil :
Pasien tidak mengeluh batuk berdarah sesak napas
Tidak ada tanda-tanda terjadinya obstuksi jalan
napas
TTV dalam batas normal, kesadaran CM, GCS 456
Auskultasi : vesikuler simetris
Lab : HB > 10 gr%
Intervensi :
1. Tenangkan pasien
2. Jelaskan penyebab batuk darah
3. Kaji status pernapasan
4. Kaji kemampuan batuk
5. Ukur TTV & observasi tingkat kesadaran
6. Observasi terjadinya tanda-tanda shok
hipovolemik
7. Atur posisi
8. Anjurkan bedrest total di tempat tidur
9. Berikan kompres es
10. Bersihkan darah dari mulut, baju, sepray
& lantai
11. Kolaborasi medis :
· Pemberian cairan parenteral
· Pemberian obat antikoagulan
· Pemberian obat untuk menekan batuk
· Lanjutkan pemberian OAT
Implementasi :
1. Menenangkan pasien
2. Menjelaskan penyebab batuk darah
3. Mengkaji status pernapasan : mengobservasi
tanda –tanda kesulitan bernapas dan kemungkinan terjadinya obstruksi jalan
napas ketika batuk : ( K/P berikan oksigen 2 lpm bila ada keluhan sesak napas )
4. Mengkaji kemampuan batuk : ( K/P lakukan
suction bila kemampuan batuk menurun/lemah )
5. Mengukur TTV & mengobservasi tingkat
kesadaran
6. Mengobservasi terjadinya tanda-tanda shok
hipovolemik : ( perubahan TTV, akral dingin, gelisah, disorientasi, penurunan
tingkat kesadaran ) tiap .....jam
7. Mengatur posisi : trendelendburg miring
kesisi kanan ketika batuk berdarah
8. Menganjurkan bedrest total di tempat tidur
dengan posisi tidur terlentang saat tidak batuk berdarah
9. Melakukankan kompres es di daerah dada
10. Membersihkan darah dari mulut, baju,
sepray & lantai
11. Kolaborasi medis :
·
Memberian
cairan parenteral : IVFD RL drip Adona 1 amp/kolp 20 tpm
·
Memberian
obat antikoagulan : Kalnex/Asam Traxenamat 1 amp iv
·
Memberian
obat untuk menekan batuk : Codein tab 10-20 mg oral
·
Memberikan
OAT : H300 R450 Z750 E500
Evaluasi/catatan
perkembangan
S :
Pasien mengatakan masih mengeluh batuk darah tapi darah yang keluar tidak sebanyak
kemarin, rasa perih didada sudah berkurang
O :
Pasien terlihat lebih tenang, tidak tampak sesak
napas
Tampak masih mengeluarkan bercak/bekuan darah ketika
batuk
TTV : TD..., RR..., N..., T...
Kesadaran CM, GCS 456
Tidak ada tanda-tanda obstruksi jalan napas atau
kesulitan bernapas
A :
Masalah risti obstruksi jalan napas teratasi
sebagian
P :
Lanjutkan intervensi NO : 3, 5, 7, 8, 9, 11
12. Awasi kemungkinan terjadi batuk darah
kembali
13. Lab : cek Hb
14. Rad : foto thorak