LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA
Paru
kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan merupakan
55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan bawah).
Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang merupakan
analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan yang hebat,
saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini bertambah menjadi 300
juta setelah dewasa.
Pleura adalah membran tipis terdiri
dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara histologis kedua
lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, dan dalam keadaan
normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang
melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan
lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura.
Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal ini, terdapat
perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya pleura viseralis
memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang
tipis < 30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah
sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit,
di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. brakhialis serta
pembuluh limfa, menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya untuk mengabsorbsi
cairan pleura. Pleura parietalis jaringannya lebih tebal terdiri dari sel-sel
mesotelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis), dalam jaringan ikat
tersebut banyak mengandung kapiler dari a. intercostalis dan a. mamaria
interna, pembuluh limfa dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap
rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. intercostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada, mudah menempel dan
lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk memproduksi cairan pleura.
Volume
cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar 9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis,
serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi
oleh pleura viseralis. Penyebab akumulasi cairan pleura adalah sebagai berikut
:
1. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia)
2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3. Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung)
4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis)
1. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia)
2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3. Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung)
4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis)
A. DEFINISI
PENYAKIT
Empiema adalah keadaan
terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi
seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
Empiema adalah penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada
cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
Empiema adalah
penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak & Gallo, 1997 )
Empiema adalah kondisi
dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati
timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit
rendah,tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada
keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.Meskipun
empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun
tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan yang terlambat.
B. ETIOLOGI
1. Infeksi yang berasal
dari dalam paru :
a. Pneumonia
b. Abses paru
c. Bronkiektasis
d. TBC paru
e. Aktinomikosis paru
f. Fistel Bronko-Pleura
2. Infeksi yang berasal
dari luar paru :
a. Trauma Thoraks
b. Pembedahan thorak
c. Torasentesi pada pleura
d. Sufrenik abses
e. Amoebic liver abses
3. Penyebab lain dari empiema adalah :
a. Stapilococcus
b. Pnemococcu
c. Streptococcus
C. PATOFISIOLOGI
Akibat invasi basil piogeneik ke
pleura, maka akan timbulah peradangan
akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel
polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar
protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan – endapan fibrin
akan membentuk kantung – kantung yang melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura
normalnya membentuk keseimbangan dengan drainase oleh limfatik
subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila
volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk mengalirkannya maka,
efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab
umum empiema. Pneumonia mencetuskan respon inflamasi.
Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel
mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari pleura. Sel mesotelial yang
terkena meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal
ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia
dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang
merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting untuk
menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak
ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika
direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit,
mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel
inflamator lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi
menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa
komplikasi, dengan komplikasi dan empiema torakis.
Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat predominan neutrofil yang terjadi saat cairan
interstisiil paru meningkat selama pneumonia. Efusi ini sembuh dengan pengobatan
antibiotik yang tepat untuk pneumonia.
Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah
pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura
dan peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena
bakteri biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1.
Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril
berakumulasi secara cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki
kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini
sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.
2.
Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah
pleura, dengan akumulasi leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan
untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
3.
Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas
menyebabkan pelekatan pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang
dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan.
Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada celah
pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.
Gambaran bakteriologis efusi
parapneumoni dengan kultur positif berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum
era antibiotik, bakteri yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae
danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan
organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 %
kultur bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni
berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram
positif dua kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram
negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme
aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus
merupakan organisme anaerob yang paling sering diisolasi. Campuran bakteri
aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi
satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari
empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien
dapat mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan,
malaise, dan batuk. Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.
D. PATHWAY
E. GEJALA
Manifestasi
klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya
antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak,
dan dapa juga sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri
abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami
penderita dengan sistem imun yang tertekan. Juga terdapat batuk pekak pada
perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam pleural rub (pada
fase awal) ortopneu,
menurunnya vokal fremitus, nyeri dada.
F. PENATALAKSANAAN
Sasaran penetalaksanaan
adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal.
Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biaotika (dosis besar ) dan atau
streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit
dengan :
1. Aspirasi
jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental
2. Drainase
tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks
3. Drainase
dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta
mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.
4. Dekortikasi,
jika imflamasi telah bertahan lama.
Pemeriksaan Diagnostik
G. KOMPLIKASI
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
- Foto
thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya
cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di
mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
-
Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut
kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
-
Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak
yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang
mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada
gambaran posteroanterior.
-
Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan
efusi.
- Air-fluid
level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam
rongga dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi ,
bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur
(pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3. Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) :
-
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.
-
Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu
dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4. Pemeriksaan CT scan :
-
Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-
Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
Sinar x.
Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan
absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau
terlokalisasi(bacterial).
GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang
terlibat dan penyakit paru yang ada.
Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk
memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur
sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi
transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi
organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum
meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik
streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak
mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan
bakterimia sementara.
9. EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru
perencanaan/evaluasi program latihan.
G. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi yang
terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama,
eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam
keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi).
Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural
dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini
dapat membutuhkan waktu lama.
.
G. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan
dispnea, ansietas, posisi tubuh.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS diharapkan pasien dapat:
a.
Menunjukkan pola pernapasan efektif,
dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status
tanda vital
b.
Menunjukkan status pernapasan :
ventilasi tidak terganggu,
c.
Kedalaman inspirasi dan kemudahan
bernapas.
d.
Ekspansi dada simetris.
e.
Tidak adanya penggunaan otot bantu.
f.
Bunyi napas tambahan tidak ada.
g.
Napas pendek tidak ada.
NIC :
a.
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
b.
Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan
bicara.
c.
Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara
dan atau bunyi tambahan
d.
Palpasi fremitus
e.
Anjurkan klien untuk tidak memikirkan hal-hal yang
menyebabkan ansietas.
f.
Pertimbangkan penggunaan kantung kertas saat ekspirasi latih
individu bernapas perlahan dan efektif
Kolaborasi
a.
Pemberian oksigen dari dokter
b.
Jaga posisi pasien agar tetap semifowler
2.
Gangguan pola tidur
berhubungan dengan napas pendek
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS
diharapkan kebutuhan tidur klien tercukupi.
a.
perasaan segar
setelah tidur
b.
waktu tidur cukup
c.
pola tidur teratur
d.
terjaga pada saat
tidur
e. efisiensi tidur
NIC : Pantau
a.
Tentukan efek
samping pengobatan pada pola tidur pasien
b.
Jelaskan pentingnya
tidur yang adekuat selama sakit
c.
Hindari suara keras
,berikan lingkungan yang tenang ,damai dan minimalkan gangguan.
d.
Anjurkan untuk
tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pola tidur
e.
Mengidentifikasi
faktor- faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
NOC : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan selama di RS diharapkan pasien
dapat terpenuhi nutrisinya.
a. Menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
b. Menunjukkan
perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat
yang tepat.
c. Energi tubuh
tercukupi
d. Intake zat gizi
(nutrien )
e. Intake makanan
dan cairan
NIC : Pantau:
a. Persentase jumlah makanan yg
dikonsumsi setiap kali makan.
b. Timbang BB setiap hari
c. Hasil pemeriksaan : protein total,
albumin dan osmalalitas.
d. Berikan perawatan mulut tiap 4 jam
jika sputum tercium bau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
e. Berikan makanan dengan porsi sedikit
tapi sering yg mudah dikunyah jika ada sesak napas berat.
Kolaborasi
a. Rujuk kepada ahli gizi untuk
membantu memilih makanan yg dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit
panas.
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/empiema.html
DAFTAR PUSTAKA
Somantri,
Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba
Medika.
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal
Bedah.Jakarta:EGC
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/empiema.html
.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking