isi dari marquee atau text berjalan Farmakologi Kamus Kesehatan

Vrydag 08 Maart 2013

lp empiema

LAPORAN PENDAHULUAN EMPIEMA




Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa.
      Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding toraks, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya pleura viseralis memiliki ciri ciri permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis < 30mm, diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit, di bawah sel-sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit, di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik, lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. pulmonalis dan a. brakhialis serta pembuluh limfa, menempel kuat pada jaringan paru, fungsinya untuk mengabsorbsi cairan pleura. Pleura parietalis jaringannya lebih tebal terdiri dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis), dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. intercostalis dan a. mamaria interna, pembuluh limfa dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada, mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya, berfungsi untuk memproduksi cairan pleura.
Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar  9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Penyebab akumulasi cairan pleura adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia)
2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma)
3. Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung)
4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis)




A.      DEFINISI PENYAKIT
Empiema adalah keadaan terkumpulnya nanah ( pus ) didalam ronggga pleura dapat setempat atau mengisi seluruh rongga pleura( Ngastiyah,1997).
Empiema adalah  penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada cavitas pleura ( Diane C. Baughman, 2000 ).
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural ( Hudak  & Gallo, 1997 )
Empiema adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura dengan yang dapati timbul sebagai akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya.
Pada awalnya,cairan pleura encer dengan jumlah leukosit rendah,tetapi sering kali menjadi stadium fibropurulen dan akhirnya sampai pada keadaan dimana paru-paru tertutup oleh membran eksudat yang kental.Meskipun empiema sering kali disebabkan oleh komplikasi dari infeksi pulmonal, namun tidak jarang penyakit ini terjadi karena pengobatan yang terlambat.

B.       ETIOLOGI
1.    Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a.    Pneumonia
b.     Abses paru
c.    Bronkiektasis
d.   TBC paru
e.    Aktinomikosis paru
f.     Fistel Bronko-Pleura
2.    Infeksi yang berasal dari luar paru :
a.    Trauma Thoraks
b.    Pembedahan thorak
c.     Torasentesi pada pleura
d.   Sufrenik abses
e.    Amoebic liver abses
3.    Penyebab lain dari empiema adalah :
a.       Stapilococcus
b.      Pnemococcu
c.       Streptococcus
C.       PATOFISIOLOGI
      Akibat invasi basil piogeneik ke pleura, maka akan timbulah peradangan  akut yang diikuti dengan pembentukan eksudat serous. Dengan sel polimorphonucleus (PMN) baik yang hidup maupun yang mati dan meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental. Adanya endapan – endapan fibrin akan membentuk kantung – kantung yang melokalisasi nanah tersebut.
Sekresi cairan menuju celah pleura normalnya membentuk keseimbangan dengan drainase oleh limfatik subpleura. Sistem limfatik pleura dapat mendrainase hampir 500 ml/hari. Bila volume cairan pleura melebihi kemampuan limfatik untuk mengalirkannya maka, efusi akan terbentuk.
Efusi parapnemonia merupakan sebab umum empiema. Pneumonia mencetuskan respon inflamasi. Inflamasi yang terjadi dekat dengan pleura dapat meningkatkan permeabilitas sel mesotelial, yang merupakan lapisan sel terluar dari pleura. Sel mesotelial yang terkena meningkat permeabilitasnya terhadap albumin dan protein lainnya. Hal ini mengapa suatu efusi pleura karena infeksi kaya akan protein. Mediator kimia dari proses inflamasi menstimulasi mesotelial untuk melepas kemokin, yang merekrut sel inflamasi lain. Sel mesotelial memegang peranan penting untuk menarik neutrofil ke celah pleura. Pada kondisi normal, neutrofil tidak ditemukan pada cairan pleura. Neutrofil ditemukan pada cairan pleura hanya jika direkrut sebagai bagian dari suau proses inflamasi. Netrofil, fagosit, mononuklear, dan limfosit meningkatkan respon inflamasi dan mengeleluarkan mediator untuk menarik sel-sel inflamator lainya ke dalam pleura.
Efusi pleura parapneumoni dibagi menjadi 3 tahap berdasarkan patogenesisnya, yaitu efusi parapneumoni tanpa komplikasi, dengan komplikasi dan empiema torakis.
Efusi parapneumoni tanpa komplikasi merupakan efusi eksudat predominan neutrofil yang terjadi saat cairan interstisiil paru meningkat selama pneumonia. Efusi ini sembuh dengan pengobatan antibiotik yang tepat untuk pneumonia.
Efusi parapneumoni komplikasi merupakan invasi bakteri pada celah pleura yang mengakibatkan peningkatan jumlah neutrofil, asidosis cairan pleura dan peningkatan konsentrasi LDH. Efusi ini sering bersifat steril karena bakteri biasanya dibersihkan secara cepat dari celah pleura.
Pembentukan empiema terjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1.    Fase eksudatif : Selama fase eksudatif, cairan pleura steril berakumulasi secara cepat ke dalam celah pleura. Cairan pleura memiliki kadar WBC dan LDH yang rendah, glukosa dan pH dalam batas normal. Efusi ini sembuh dengan terapi antibiotik, penggunaan chest tube tidak diperlukan.
2.    Fase fibropurulen : invasi bakteri terjadi pada celah pleura, dengan akumulasi leukosit PMN, bakteri dan debris. Terjadi kecendrungan untuk lokulasi, pH dan kadar glukosa menurun, sedangkan kadar LDH menngkat.
3.    Fase organisasi : Bentuk lokulasi. Aktivitas fibroblas menyebabkan pelekatan pleura visceral dan parietal. Aktivitas ini berkembang dengan pembentukan perlengketan dimana lapisan pleura tidak dapat dipisahkan. Pus, yang kaya akan protein dengan sel inflamasi dan debris berada pada celah pleura. Intervensi bedah diperlukan pada tahap ini.
 Gambaran bakteriologis efusi parapneumoni dengan kultur positif berubah seiring berjalannya waktu. Sebelum era antibiotik, bakteri yang umumnya didapatkan adalah Streptococcus pneumoniae danstreptococci hemolitik. Saat ini, organisme aerob lebih sering diisolasi dibandingkan organisme anaerob. Staphylococcus aureus dan S pneumoniae tumbuh pada 70 % kultur bakteri gram positif aerob. Bakteriologi suatu efusi parapneumoni berhubungan erat dengan bakteriologi pada proses pneumoni. Organisme aerob gram positif dua kali lebih sering diisolasi dibandingkan organisme aerob gram negatif. Klebsiela, Pseudomonas, dan Haemophilus merupakan 3 jenis organisme aerob gram negatif yang paling sering diisolasi.
Bacteroides danPeptostreptococcus merupakan organisme anaerob yang paling sering diisolasi. Campuran bakteri aerob dan anaerob lebih sering menghasilkan suatu empiema dibandingkan infeksi satu jenis organisme. Bakteri anaerob telah dikultur 36 sampai 76 % dari empiema. Sekitar 70 % empiema merupakan suatu komplikasi dari pneumoni. Pasien dapat mengeluh menggigil, demam tinggi, berkeringat, penurunan nafsu makan, malaise, dan batuk. Sesak napas juga dapat dikeluhkan oleh pasien.

D.      PATHWAY
E.   GEJALA
Manifestasi klinis empiema hampir sama dengan penderita pneumonia bakteria, gejalanya antara lain adalah panas akut, nyeri dada (pleuritic chest pain), batuk, sesak, dan dapa juga sianosis. Inflamasi pada ruang pleura dapat menyebabkan nyeri abdomen dan muntah. Gejala dapat terlihat tidak jelas dan panas mungkin tidak dialami penderita dengan sistem imun yang tertekan. Juga terdapat batuk pekak pada perkusi dada, dispneu, menurunnya suara pernapasan, demam pleural rub (pada fase awal) ortopneu, menurunnya vokal fremitus, nyeri dada.
F.   PENATALAKSANAAN
Sasaran penetalaksanaan adalah mengaliran cavitas pleura hingga mencapai ekspansi paru yang optimal. Dicapai dengan drainase yang adekuat, anti biaotika (dosis besar ) dan atau streptokinase. Drainase cairan pleura atau pus tergantung pada tahapan penyakit dengan :
1.    Aspirasi jarum ( Thorasintesis ),jika cairan tidak terlalu kental
2.    Drainase tertutup dengan WSD, indikasi bila nanah sangat kental, pnemothoraks
3.    Drainase dada terbuka untuk mengeluarkan pus pleural yang mengental dan debris serta mesekresi jaringan pulmonal yang mendasari penyakit.
4.    Dekortikasi, jika imflamasi telah bertahan lama.


  Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Radiologi
-          Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
-          Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
-          Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
-          Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
-          Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2.      Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
 3.      Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
-          Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.
-          Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4.      Pemeriksaan CT scan :
-          Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-          Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
Sinar x.
Mengidentifikasi distribusi stuktural,menyatakan absesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8.      Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9.      EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.

G. KOMPLIKASI
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.


.        
G.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.    Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea, ansietas, posisi tubuh.
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS diharapkan pasien dapat:
a.         Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak berbahaya : ventilasi dan status tanda vital
b.         Menunjukkan status pernapasan : ventilasi tidak terganggu,
c.          Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas.
d.         Ekspansi dada simetris.
e.          Tidak adanya penggunaan otot bantu.
f.          Bunyi napas tambahan tidak ada.
g.          Napas pendek tidak ada.
NIC :                                                                             
a.         Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan.
b.        Catat penggunaan otot aksesori, napas bibir, ketidakmampuan bicara.
c.         Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan
d.        Palpasi fremitus
e.         Anjurkan klien untuk tidak memikirkan hal-hal yang menyebabkan ansietas.
f.         Pertimbangkan penggunaan kantung kertas saat ekspirasi latih individu bernapas perlahan dan efektif
Kolaborasi
a.         Pemberian oksigen dari dokter
b.        Jaga posisi pasien agar tetap semifowler
2.    Gangguan pola tidur berhubungan dengan napas pendek
NOC : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama di RS diharapkan kebutuhan tidur klien tercukupi.
a.    perasaan segar setelah tidur
b.    waktu tidur cukup
c.    pola tidur teratur
d.   terjaga pada saat tidur
e.    efisiensi tidur
NIC : Pantau
a.    Tentukan efek samping pengobatan pada pola tidur pasien
b.    Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit
c.    Hindari suara keras ,berikan lingkungan yang tenang ,damai dan minimalkan gangguan.
d.   Anjurkan untuk tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pola tidur
e.    Mengidentifikasi faktor- faktor yang mungkin menyebabkan kurang tidur.
3.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  anoreksia, intoleransi makanan, hilangnya nafsu makan, mual/ muntah.
NOC : Setelah dilakukkan tindakan keperawatan selama di RS diharapkan pasien dapat terpenuhi nutrisinya.
a.    Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
b.    Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat yang tepat.
c.    Energi tubuh tercukupi
d.   Intake zat gizi (nutrien )
e.    Intake makanan dan cairan
NIC :  Pantau:
a.    Persentase jumlah makanan yg dikonsumsi setiap kali makan.
b.    Timbang BB setiap hari
c.    Hasil pemeriksaan : protein total, albumin dan osmalalitas.
d.   Berikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum tercium bau busuk. Pertahankan kesegaran ruangan.
e.    Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering yg mudah dikunyah jika ada sesak napas berat.
Kolaborasi
a.    Rujuk kepada ahli gizi untuk membantu memilih makanan yg dapat memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.


 DAFTAR PUSTAKA

Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
 
http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/empiema.html
.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking